
Kaum muda adalah harapan gereja.Maka Bapa Celso Costantini, pendiri CDD menekankan pentingnya pelayanan kepada kaum muda. Sebagai harapan gereja, kaum muda menjadi salah satu dasar yang selalu mendapat perhatian dan perlu di bina dan didampingi. Orang Muda Katolik Costantini (OMK) sudah berusia lebih kurang 4 tahun. Usia yang belum begitu dewasa dan dapat dikatakan masih balita. Namun mereka sudah banyak membantu dan menunjukkan eksistensinya dalam pelayanan umat di gereja Mandarin.
Pada 11-12 februari 2012, OMK Costantini kembali melakukan kegiatan pendalaman dan sekaligus rekreasi. Kegiatan ini dilangsungkan di Vila Bilabong di Bogor. OMK dengan jumlah sekitar 20an orang berbagi dan berinteraksi diantara mereka.

Kegiatan dimulai pada hari sabtu, OMK berangkat ke Vila Bilabong di pinggiran kota Bogor, rombongan dibagi dalam 3 mobil. Pukul 09.30 rombongan tiba di vila dan langsung disambut oleh pemilik Vila Bapak Joni dan Ibu Cucu yang juga adalah aktifis di gereja Mandarin kapel Dwi warna.
Begitu tiba, OMK disuguhi makanan ringan dan minuman segar. Tidak berapa lama, Omk sudah berlarian di halaman vila yang luas, acara berikutnya adalah acara bebas. OMK bermain bola, bercerita dan melihat lihat tanaman di sekitar vila. Siang hari para OMK santap siang dan sesudah itu bersiap siap untuk mengikuti misa kudus.


Fr.Ignatius CDD yang menjadi pendamping OMK Costantini memberikan kesempatan kepada OMK untuk sharing dan Tanya jawab. Sdr David yang sedang bekerja dan tinggal di Guangzhou China di daulat untuk sharing. Dalam sharingnya Sdr David menceritakan tentang suka dukanya dalam mengikuti misa di negeri China. Berdasarkan sharing itu, Fr Ignas menekankan pentingnya kecintaan kepada Ekaristi. Kenyamanan dan situasi yang aman dan gampang dalam mengikuti misa di Indonesia tidak boleh membuat kita lupa dan kurang perhatian pada hakekat Ekaristi. Fr Ignas melanjutkan bahwa datang lebih awal ke perayaan Ekaristi juga menjadi tanda dari kecintaan dan persiapan kita akan Ekaristi yang kita ikuti.

Tahun ini Keuskupan Agung Jakarta mencanangkan tahun ekaristi di Keuskupan ini. Maka sebagai bagian dari keuskupan ini, OMK Costantini juga perlu mendalami dan semakin mencintai Ekaristi. Sering kali terjadi bahwa karena begitu gampang dan nyaman dengan situasi di Indonesia, kita kehilangan semangat untuk berkorban dan berjuang dalam mengikuti perayaan Ekaristi. Maka Fr Ignas menekankan pentingnya kesadaran OMK akan nilai nilai Ekaristi yang kudus dan penuh daya kekuatan. Mencintai dan menghargai Ekaristi berarti kita juga akan mau berkorban untuk selalu lebih awal datang untuk mengikuti ekaristi.

Selanjutnya OMK juga sempat bersoal jawab dengan Fr Ignas tentang bahasa Roh. Pertanyaan pertanyaan yang beruntun tentang bahasa Roh dibahas oleh Fr Ignas CDD. Pada intinya, Fr Ignas menekankan bahwa Bahasa Roh bukan untuk dipamerkan. Bahasa Roh adalah karunia dan tidak setiap orang mendapat karunia ini. Maka kita tidak perlu repot repot membuat diri kita seperti memiliki kemampuan untuk berbahasa Roh. Yang paling penting adalah bagaimana relasi dan hubungan kita dengan Tuhan dalam hidup kita sehari-hari. Bahasa Roh adalah bahasa yang bisa ditafsirkan, jika tidak maka akan menjadi sia-sia, karena tidak mengerti. Demikian Fr Ignas CDD menegaskan mengutip dari kata kata Rasul Paulus.

Setelah acara sharing iman berakhir, OMK Juga mengadakan sedikit perubahan dengan susunan kepengurusannya. Berhubung Sdr David sudah lama berada di China dan tidak bisa aktif maka atas keputusan ketua OMK dan pendamping OMk Chen Hui Fang dan Fr Ignas CDD, Sdr Johny Hock diminta untuk menjabat wakil ketua OMK dan sdr Agus juga diminta untuk membantu di sie Humas.
Malam hari, OMK mengadakan acara barbeque, acara berlangsung meriah dan penuh keakraban. Jagung, ubi, bakso, ayam, sapi, sosis semuanya dibakar dan menghasilkan bau yang harum dan mengundang selera untuk makan. Akhirnya acara berakhir dengan penuh kegembiraan.

Esok harinya. OMK bersiap siap untuk kembali ke kota Jakarta. OMK masih sempat bersenda gurau pada pagi yang cerah itu, sebelum akhirnya kembali ke Jakarta.
Semoga OMK semakin hidup dan dengan demikian gereja semakin berkembang pula.
Salam dan doa
Ignas Huang CDD
MISA IMLEK BERSAMA USKUP PAHLAWAN NASIONAL INDONESIA Mgr.Albertus Soegijapranata
Paduan suara dewasa yang terdiri dari bapak ibu dari kapel St Yoseph Dwi warna dan OMK (orang muda Katolik) Costantini dari Pusat Pelayanan Umat Katolik Berbahasa Mandarin Keuskupan Agung Jakarta diundang dan ikut memeriahkan pada misa Imlek bersama Uskup pahlawan Nasional Mgr. Albertus Soegijapranata. Misa berlangsung meriah dan sakral. Misa dipersembahkan oleh Uskup Agung Jakarta Mgr Ignatius Suharyo dan didampingi oleh delapan imam lainnya.
Misa dimulai pada pukul 18.00 dengan didahului oleh duet lagu the prayer dan sesudah itu Uskup dan imam memasuki gereja dengan iringan lagu yang dilantunkan oleh Paduan suara dari gereja Mandarin. Misa diselenggarakan di gereja St Yakobus Kelapa Gading. Umat yang menghadiri misa ini terbilang cukup banyak dan antusias.

Misa juga dilaksanakan dalam rangka memperkenalkan film yang sedang digarap oleh pihak gereja untuk memperkenalkan charisma dan keutamaan pahlawan nasional Mgr. Albertus Soegijapranata. Dalam khotbahnya, Uskup Ignatius menekankan pentingnya tahun Naga air yang sedang dirayakan oleh umat Tionghoa. Naga dalam kebudayaan Tionghoa bukanlah binatang jahat tetapi adalah representasi dari keberuntungan. Maka pada tahun air ini, diharapkan umat semakin mencintai dan menghargai ekaristi yang adalah sumber kehidupan dan persatuan umat. Mgr Ignatius menekankan bahwa perayan Imlek ini mau menunjukkan pula betapa gereja menghargai setiap perbedaan dan hal ini ditunjukkan oleh uskup pahlawan nasional Mgr. Albertus Soegijapranata.

Dijamannya, Uskup Soegija terkenal karena keutamaannya yang luar biasa. Salah satu hal yang menonjol adalah perhatian dan dukungannya kepada orang Tionghoa. Pada waktu orang Tionghoa kehilangan pegangan dan bantuan, Mgr Soegija tampil ke depan dan membantu mereka, menjadikan tempatnya sebagai tempat untuk berlindung. 100% Katolik dan 100% Indonesia adalah ungkapan yang terkenal dalam gereja Indonesia. Ungkapan ini diperkenalkan oleh Mgr soegiya yang adalah uskup pertama pribumi di Indonesia.
Siapakah sebenarnya Mgr. Albertus Soegijapranata, SJ ? Beliau lahir di Soerakarta, Jawa Tengah, 25 November 1896 – meninggal di Steyl, Venlo, Belanda, 22 Juli 1963 pada umur 66 tahun, namanya dieja Sugiyopranoto) adalah Vikaris Apostolik Semarang, yang kemudian menjadi Uskup Agung Semarang. Ia juga merupakan Uskup pribumi Indonesia pertama. Sebagai seorang Pahlawan Nasional RI, berdasarkan SK Presiden RI no 152 tahun 1963 tertanggal 26 Juli 1963, beliau dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Giritunggal, Semarang.Nama kecilnya adalah Soegija. Soegija lahir di sebuah keluarga Kejawen yang merupakan abdi dalem keraton Kasunanan Surakarta.

Pada tanggal 15 Agustus 1931 menerima Sakramen Imamat, ditahbiskan oleh Mgr. Schrijnen, Uskup Roermond di kota Maastricht. Namanya ditambah Pranata sehingga menjadi Soegijapranata. Tahun 1933 Soegijapranata kembali ke Indonesia dan mulai bekerja di Paroki Kidulloji, Yogyakarta, selama satu tahun sebagai pastor pembantu. Tahun 1934 ia dipindahkan ke Paroki Bintaran sampai tahun 1940.
Pada 1 Agustus 1940, Mgr. Willekens, SJ, Vikaris Apostolik Batavia, menerima telegram dari Roma yang berbunyi: "from propaganda fide Semarang erected Vicaris stop, Albert Soegijapranata, SJ appointed Vicar Apostolic titular Bishop danaba stop you may concecrete without bulls" dan ditanda tangani oleh Mgr. Montini, yang kelak menjadi Paus Paulus VI. Setelah menerima penyampaian telegram dari Roma melalui Mgr. Willekens, SJ, Vikaris Apostolik Batavia, lalu Soegijapranata pun menjawab: "Thanks to his holiness begs benediction".
Pada 6 November 1940 ia ditahbiskan sebagai Uskup pribumi Indonesia pertama untuk Vikaris Apostolik Semarang oleh Mgr. Willekens, SJ (Vikaris Apostolik Batavia), Mgr. AJE Albers, O.Carm (Vikaris Apostolik Malang) dan Mgr. HM Mekkelholt, SCJ (Vikaris Apostolik Palembang).Pada tahun 1943, bersama Mgr. Willekens, SJ menghadapi penguasa pendudukan pemerintah Jepang dan berhasil mengusahakan agar Rumah Sakit St. Carolus dapat berjalan terus.

Misa kudus yang diselenggarakan di Gereja Kelapa gading menghadrikan pula olga Lydia, artis dan presenter yang ikut menjadi pemain dalam film ini. Maka misa ini selain memperingati Imlek juga bermaksud memperkenalkan film ini kepada umat. Film sejarah dan kepahlawan berjudul "Soegija" mulai diproduksi dengan mangambil lokasi di Gereja Gedangan, Kota Semarang, Jawa Tengah, Jumat
Film ini mengangkat ketokohan Uskup Mgr Soegijapranata pada era perjuangan kemerdekaan Indonesia tahun 1940-1949. Film yang telah direncanakan sekitar tiga tahun lalu oleh Studio Audio Visual Puskat akhirnya diproduksi dengan menggandeng sutradara Garin Nugroho.Film ini menggandeng sejumlah artis dan seniman seperti Nirwan Dewanto, Butet Kertaradjasa dan Olga Lydia.

"Soegija" dengan biaya produksi sekitar 12 miliar ini merupakan film termahal yang pernah dibuat Garin Nugroho. "Ini juga merupakan sebuah film tersulit yang pernah saya buat karena harus menyediakan set pada era 40-50," kata Garin.Garin juga mengungkapkan bahwa film ini menjadi sangat penting karena memberikan pesan yang mendalam tentang sebuah kepemimpinan.

Film dengan penata musik Djaduk Ferianto nantinya tidak berbicara mengenai agama Katolik melainkan lebih banyak tentang pesan universal dan kemanusiaan. Dari film inilah menurut Garin Nugroho bangsa Indonesia akan belajar tentang kemanusiaaan dan multikulturalisme.
Umat Mandarin turut bersuka cita karena dapat menjadi bagian dari gereja Indonesia dalam memperkenalkan ketokohan Mgr soegijapranata. Semoga umat semakin bertumbuh dalam iman akan Kristus dan semakin mencintai Kristus sebagaimana diteladankan oleh Mgr soegija dalam hidup dan pelayanannya. Dalam misa kali ini, Dewan pimpinan gereja Mandarin juga turut hadir untuk memberikan semangat kepada umat yang sedang bertugas.Didik SSS, peniup saxsofon handal mempersembahkan lagu ave maria dengan amat memukau. Sayang sekali Jenny Wahid, putri dari mantan presiden Abdurrahman Wahid yang memungkinkan dirayakannya Imlek di Indonesia terlambat hadir karena kemacetan dan tugas lain. Tetapi Jenny Wahid masih sempat hadir diakhir acara dan sempat berfoto dengan OMK Costantini dan Fr Ignas CDD.
Salam dan doa
FR Ignas Huang CDD
Misa dimulai pada pukul 18.00 dengan didahului oleh duet lagu the prayer dan sesudah itu Uskup dan imam memasuki gereja dengan iringan lagu yang dilantunkan oleh Paduan suara dari gereja Mandarin. Misa diselenggarakan di gereja St Yakobus Kelapa Gading. Umat yang menghadiri misa ini terbilang cukup banyak dan antusias.

Misa juga dilaksanakan dalam rangka memperkenalkan film yang sedang digarap oleh pihak gereja untuk memperkenalkan charisma dan keutamaan pahlawan nasional Mgr. Albertus Soegijapranata. Dalam khotbahnya, Uskup Ignatius menekankan pentingnya tahun Naga air yang sedang dirayakan oleh umat Tionghoa. Naga dalam kebudayaan Tionghoa bukanlah binatang jahat tetapi adalah representasi dari keberuntungan. Maka pada tahun air ini, diharapkan umat semakin mencintai dan menghargai ekaristi yang adalah sumber kehidupan dan persatuan umat. Mgr Ignatius menekankan bahwa perayan Imlek ini mau menunjukkan pula betapa gereja menghargai setiap perbedaan dan hal ini ditunjukkan oleh uskup pahlawan nasional Mgr. Albertus Soegijapranata.

Dijamannya, Uskup Soegija terkenal karena keutamaannya yang luar biasa. Salah satu hal yang menonjol adalah perhatian dan dukungannya kepada orang Tionghoa. Pada waktu orang Tionghoa kehilangan pegangan dan bantuan, Mgr Soegija tampil ke depan dan membantu mereka, menjadikan tempatnya sebagai tempat untuk berlindung. 100% Katolik dan 100% Indonesia adalah ungkapan yang terkenal dalam gereja Indonesia. Ungkapan ini diperkenalkan oleh Mgr soegiya yang adalah uskup pertama pribumi di Indonesia.
Siapakah sebenarnya Mgr. Albertus Soegijapranata, SJ ? Beliau lahir di Soerakarta, Jawa Tengah, 25 November 1896 – meninggal di Steyl, Venlo, Belanda, 22 Juli 1963 pada umur 66 tahun, namanya dieja Sugiyopranoto) adalah Vikaris Apostolik Semarang, yang kemudian menjadi Uskup Agung Semarang. Ia juga merupakan Uskup pribumi Indonesia pertama. Sebagai seorang Pahlawan Nasional RI, berdasarkan SK Presiden RI no 152 tahun 1963 tertanggal 26 Juli 1963, beliau dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Giritunggal, Semarang.Nama kecilnya adalah Soegija. Soegija lahir di sebuah keluarga Kejawen yang merupakan abdi dalem keraton Kasunanan Surakarta.

Pada tanggal 15 Agustus 1931 menerima Sakramen Imamat, ditahbiskan oleh Mgr. Schrijnen, Uskup Roermond di kota Maastricht. Namanya ditambah Pranata sehingga menjadi Soegijapranata. Tahun 1933 Soegijapranata kembali ke Indonesia dan mulai bekerja di Paroki Kidulloji, Yogyakarta, selama satu tahun sebagai pastor pembantu. Tahun 1934 ia dipindahkan ke Paroki Bintaran sampai tahun 1940.
Pada 1 Agustus 1940, Mgr. Willekens, SJ, Vikaris Apostolik Batavia, menerima telegram dari Roma yang berbunyi: "from propaganda fide Semarang erected Vicaris stop, Albert Soegijapranata, SJ appointed Vicar Apostolic titular Bishop danaba stop you may concecrete without bulls" dan ditanda tangani oleh Mgr. Montini, yang kelak menjadi Paus Paulus VI. Setelah menerima penyampaian telegram dari Roma melalui Mgr. Willekens, SJ, Vikaris Apostolik Batavia, lalu Soegijapranata pun menjawab: "Thanks to his holiness begs benediction".
Pada 6 November 1940 ia ditahbiskan sebagai Uskup pribumi Indonesia pertama untuk Vikaris Apostolik Semarang oleh Mgr. Willekens, SJ (Vikaris Apostolik Batavia), Mgr. AJE Albers, O.Carm (Vikaris Apostolik Malang) dan Mgr. HM Mekkelholt, SCJ (Vikaris Apostolik Palembang).Pada tahun 1943, bersama Mgr. Willekens, SJ menghadapi penguasa pendudukan pemerintah Jepang dan berhasil mengusahakan agar Rumah Sakit St. Carolus dapat berjalan terus.

Misa kudus yang diselenggarakan di Gereja Kelapa gading menghadrikan pula olga Lydia, artis dan presenter yang ikut menjadi pemain dalam film ini. Maka misa ini selain memperingati Imlek juga bermaksud memperkenalkan film ini kepada umat. Film sejarah dan kepahlawan berjudul "Soegija" mulai diproduksi dengan mangambil lokasi di Gereja Gedangan, Kota Semarang, Jawa Tengah, Jumat
Film ini mengangkat ketokohan Uskup Mgr Soegijapranata pada era perjuangan kemerdekaan Indonesia tahun 1940-1949. Film yang telah direncanakan sekitar tiga tahun lalu oleh Studio Audio Visual Puskat akhirnya diproduksi dengan menggandeng sutradara Garin Nugroho.Film ini menggandeng sejumlah artis dan seniman seperti Nirwan Dewanto, Butet Kertaradjasa dan Olga Lydia.

"Soegija" dengan biaya produksi sekitar 12 miliar ini merupakan film termahal yang pernah dibuat Garin Nugroho. "Ini juga merupakan sebuah film tersulit yang pernah saya buat karena harus menyediakan set pada era 40-50," kata Garin.Garin juga mengungkapkan bahwa film ini menjadi sangat penting karena memberikan pesan yang mendalam tentang sebuah kepemimpinan.

Film dengan penata musik Djaduk Ferianto nantinya tidak berbicara mengenai agama Katolik melainkan lebih banyak tentang pesan universal dan kemanusiaan. Dari film inilah menurut Garin Nugroho bangsa Indonesia akan belajar tentang kemanusiaaan dan multikulturalisme.
Umat Mandarin turut bersuka cita karena dapat menjadi bagian dari gereja Indonesia dalam memperkenalkan ketokohan Mgr soegijapranata. Semoga umat semakin bertumbuh dalam iman akan Kristus dan semakin mencintai Kristus sebagaimana diteladankan oleh Mgr soegija dalam hidup dan pelayanannya. Dalam misa kali ini, Dewan pimpinan gereja Mandarin juga turut hadir untuk memberikan semangat kepada umat yang sedang bertugas.Didik SSS, peniup saxsofon handal mempersembahkan lagu ave maria dengan amat memukau. Sayang sekali Jenny Wahid, putri dari mantan presiden Abdurrahman Wahid yang memungkinkan dirayakannya Imlek di Indonesia terlambat hadir karena kemacetan dan tugas lain. Tetapi Jenny Wahid masih sempat hadir diakhir acara dan sempat berfoto dengan OMK Costantini dan Fr Ignas CDD.
Salam dan doa
FR Ignas Huang CDD
Orang Muda Katolik Costantini belajar Kitab Suci

Kaum muda adalah harapan dan masa depan gereja. Kata-kata ini kiranya tepat dan bukan isapan jempol belaka. Kaum muda menjadi harapan gereja karena ditangan merekalah arah dan tujuan gereja di masa datang akan ditentukan. Pastoral kategorial umat Katolik berbahasa Mandarin di Keuskupan Agung Jakarta telah berusia lebih dari 61 tahun. Banyak suka duka yang telah mereka lewati. Dalam perjalanan yang begitu panjang dan melelahkan, mereka menemukan begitu banyak rahmat dari Tuhan yang dicurahkan kepada kelompok kategorial ini. Pada gilirannya, mereka juga berhasil mengumpulkan dan membentuk kaum muda Katolik berbahasa Mandarin. Pertanyaannya adalah bagaimana membentuk dan mendampingi kelompok muda ini agar memiliki militansi yang kuat kepada iman mereka ?

Salah satu usaha yang mereka lakukan adalah dengan memperdalam pemahaman dan kecintaan kepada Kitab Suci. Oleh sebab itu, OMK Costantini bekerjasama dengan pengurus Pusat Umat Katolik berbahasa Mandarin yang ada di Dwi Warna menyelenggarakan seminar atau sarasehan tentang KItab Suci. Untuk itu mereka mengundang kelompok penggiat Kitab Suci awam dari negeri Jiran yakni Malaysia. Kelompok ini disebut “Little Rock” atau batu karang. Dengan kekuatan enam orang, kelompok Little Rock dari Malaysia hadir dan membantu OMK Costantini Dwi Warna untuk membedah Kitab Suci. Kelompok itu didampingi oleh Pater Laurentius Huang da hwa CDD.

Apa sebenarnya “Little Rock” ini ? menurut sumber yang dapat kita baca, kelompok “Little Rock” muncul di Arkansas, Amerika Serikat. Selanjutnya disebut Little Rock Scripture Study (LRSS) yang dimulai pada 1970-an

Di awal 1970an Little Rock Scripture Study ditumbuhkan dari biji yang kecil dimana sepasang suami istri Katolik yang berasal dari Little Rock, Fred and Tammy Woell. Di masa mudanya, mereka pindah dari San Francisco ke Little Rock, dan mereka mengikuti dan terlibat dalam pendalaman Kitab Suci di gereja Prostestan yang disebut dengan Bible Study Fellowship (BSF). Tammy menjadi Katolik setelah mempersiapkan diri selama tiga tahun dan dia tidak mau kalau keputusannya ini salah dan sia sia. Namun dalam pertemuan itu dia menemukan bahwa banyak orang Kristen hidup tidak sesuai dengan ajarannya. Dan melalui studi Kitab Suci ini, banyak yang tertolong. Maka mereka bertanya mengapa Gereja Katolik tidak bisa memiliki hal seperti ini ? pembicaraan dengan teman teman Katolik dan Imam Katolik merubah pertanyaan mereka dari mengapa menjadi mengapa tidak

Akhirnya mereka diperkenalkan kepada Jerome Kodell, OSB, seorang putra daerah Arkansas dan biarawan dari Ordo Benedictine di Subiaco. Biarawan ini memperoleh pendidikan Kitab Suci di Roma dan tertarik untuk membentuk kelompok studi Kitab Suci. Maka situlah semuanya bermula. Semua bahan dipersiapkan dan dipelajari di rumah kemudian disharingkan bersama.

Atas anjuran Fr. Albert Schneider dari keuskupan Little Rock, kelompok baru ini memulai studi mereka dengan kisah Para Rasul. Mereka memfokuskan diri pada kekuatan Roh Kudus yang membaharui gereja dan orang-orang secara pribadi. Pater Jerome menyanggupi untuk menulis pertanyaan-pertanyaan dan membantu peserta menemukan teks Kitab Suci yang cocok untuk kehidupan mereka. Komentar Kitab suci yang dipublikasikan oleh Liturgical Press di Collegeville, Minnesota, dipilih sebagai sahabat bagi pertanyaan pertanyaan Kiatb Suci yang mereka lontarkan. Pertemuan berkala dilakukan oleh Woells, Fr. Schneider, Fr. Jerome, Fr. James Mancini, dan staff dari keuskupan dalam bidang Pendidikan Religius
Misi dan tujuan dari Little Rock Scripture Study adalah membawa manusia untuk mampu memahami Kitab Suci dan menyadari kehadiran Tuhan dalam Kitab Suci dan bagaimana Kitab Suci dapat diterapkan dalam hidup sehari hari. Seluruh bahan dan pembahasan disiapkan oleh para pakar dan berdasarkan pada ajaran Gereja Katolik.

Pada 1977, Uskup Andrew J. McDonald menjadikan Little Rock Scripture Study sebagai roda bagi promosi pendidikan dasar di Keuskupan Little Rock.dan pada 1978, Uskup McDonald memberikan sebagian lahan di dalam kompleks Keuskupan untuk kegiatan ini dan menunjuk Fr. Richard Oswald untuk memimpin program ini. Dan sejak tahun 1978, kelompok ini menyebar dengan cepat keseluruh negara. Terutama setelah Fr. James Mancini memberikan penjelasan tentang Little Rock Scripture Study pada pertemuan nasional keuskupan Liaisons untuk pengembangan karismatik. Kelompok ini sudah merambah ke berbagai negara termasuk di di seluruh Amerika, Mesir, Singapore, Malaysia, Brunei dan Indonesia.

Kaum Muda Costantini sungguh beruntung karena dapat mendalami dan belajar memahami Kitab Suci. Kegiatan ini mulai berlangsung sejak tanggal 17 sampai 20 Maret. Seluruh rangkaian acara dilaksanakan di puncak, Cipanas. Peserta yang hadir adalah campuran dari OMK dan umat senior yang sudah tergabung dalam kelompok sharing kitab suci di Dwi Warna. Fr Ignas CDD juga turut mendampingi kelompok ini mewakili pastor Hilarius CDD.seluruh rangkaian acara ditutup dengan misa kudus yang dipimpin oleh Pater Laurentius CDD dari Malaysia.
Harapan yang ingin didapatkan dari acara ini adalah agar kaum muda Costantini setelah seminar ini dapat meneruskan pelajaran Kitab Suci secara mandarin. Banyak hal yang sudah didapat dan semoga OMK Costantini dapat tumbuh dan semakin mencintai Kitab Suci.
Salam dan Doa
Ignas Huang CDD